Bandar Terpercaya

SGP-MY-CHNA
2D (29%)
3D ( 59%)
4D (65%)

SGP-Korea-China4D
2D (28%)
3D (56%)
4D (65 %)



10 Mei 2013

Cerita Dewasa Gara-gara dipijit Pembantuku


Cerita Dewasa Gara-gara dipijit Pembantuku- Spesial Update Foto Imut Cantik pengembaramalam.com kali ini akan berbagi informasi unik seputar Berita Harian Dewasa Terbaru Posting Pilihan Cerita Dewasa~vidio 3gp~ Berita Heboh~ Unik Asik Semoga Postingan Kali ini lebih menghibur Pecinta pengembaramalam.com Foto Hot ~ABG` Artis model Cantik IMut, Igo BugilCewek Bispak Tante.

Cerita Dewasa Gara-gara dipijit Pembantuku


"Dari Cisompet, Bu" kata pembantu baru itu kepada isteriku ketika ditanya asalnya dari mana.

"Cisompet ? daerah mana tuh"

"Itu Bu" Garut terus ka kidul .. jauh, dekat perkebunan teh" jelasnya lagi dengan wajah memerah karena malu-malu kali. Wajah yang biasa saja seperti wajah gadis desa lainnya, tapi Tini ini punya kelebihan, kulitnya kuning langsat dan bersih, badannya sedikit agak gemuk.

"Pameumpeuk, maksud kamu" kataku nimbrung, ingat daerah pantai selatan Garut, yang ada tempat peluncuran roket itu.


"Sebelumnya Pak. Tempat saya daerah pegunungan, kebun teh. Pameumpeuk mah cakeut pisan ka laut"

"Berapa umur kamu"

"Bulan depan 21 tahun, Bu"

"Udah berkeluarga ?"

"Sudah Bu, tapi sekarang udah cerai"

"Punya anak ?"

"Satu Bu, laki-laki, umur 2 tahun"

"Dimana anaknya sekarang ?"

"Di kampung, ikut neneknya"

"Udah pernah kerja sebelumnya ?" tanya isteriku lagi.

"Pernah dua kali Bu". Di Jakarta"

"Kerja di mana ?"

"Pembantu juga bulan, trus pindah ke Swasta hanya sebulan"

"Sebagai apa di swasta"

"Biasa Bu, buruh"

Singkatnya, setelah "wawancara rekrutmen" itu akhirnya isteriku menerima Tini sebagai pembantu rumah tangga kami yang baru. Sebenarnya, "interview ? yang dilakukan oleh isteriku kurang mendalam, setidaknya menurut text-book yang pernah kubaca. Tapi biarlah, toh hanya PRT dan kami memang sangat membutuhkannya. Di hari pertama Tini bekerja, isteriku terpaksa ambil cuti sehari untuk"memberi petunjuk" kepada pembantu baru ini.


Pembaca yang baik, dari sejak diterimanya Tini sebagai pembantu rumah tangga kami inilah kisah nyataku berawal. Cerita ini memang sungguh-sungguh saya alami sekitar setahun yang lalu. Setelah aku dapat kiriman URL address Samzara lewat seorang mail-mate dan aku membaca cerita-cerita serunya, aku terdorong untuk ikut berkisah tentang pengalamanku nyataku ini, walaupun aku sebenarnya bukan penulis.

Kami suami isteri memang sama-sama bekerja sebagai karyawan, tapi beda perusahaan. Anak kami orang. Si sulung, laki-laki, baru sebulan ini mulai kuliah dan kost di Jatinangor. Walaupun kami juga tinggal di Bandung, tapi untuk menghemat waktu dan biaya transport dia kost di dekat kampusnya. Nomor dua perempuan, SMU swasta kelas dua, masuk siang, dan si Bungsu lelaki, masih SLTP negeri masuk pagi.

Walapun aku terkadang "jajan" kalau keadaan darurat, sebenarnya aku tak tertarik kepada Tini. Selain karena dia pembantu, juga karena isteriku masih mantap dan mampu memuaskanku dalam banyak hal, termasuk seks. Kenapa masih suka jajan ? Ya .. karena dalam keadaan darurat itu. Tapi sekepepet gimanapun aku engga akan "makan" pembantu. Tak baik. Lagipula Tini, yang menarik darinya sebagai wanita, hanya kulit tubuhnya yang langsat dan bersih.

Demikian juga setelah Tini sebulan kerja di rumahku. Sampai suatu saat, aku mulai lebih sering memperhatikannya karena peristiwa yang akan kuceritakan ini.

Waktu itu aku tak masuk kantor sebab badanku tak enak. Seluruh badan pegal-pegal, mulai dari punggung, pinggang sampai kedua kaki. Mungkin ini cuma flu atau masuk angin, aku tak perlu ke dokter. Tapi karena pegal-pegal tadi aku memutuskan untuk istirahat di rumah saja. Tiduran saja sambil membaca.

"Oh" maaf Pak" saya kira Bapak ke kantor" seru Tini kaget.

Dia masuk ke kamarku untuk membersihkan seperti biasanya. Tini langsung menutup pintu kembali dan keluar.

"Engga apa-apa bersihin aja"

"Bapak sakit ?" tanyanya

"Engga". Cuman pegel-pegel badan, kayanya masuk angin"

Tini mulai menyapu, kemudian mengepel. Ketika dia membungkuk-bungkuk ngepel lantai itulah aku "terpaksa" melihat belahan dadanya dari leher T-shirt nya. Kesan pertama : bulat dan putih. Wah "pemandangan menarik juga nih, pikirku. Tak ada salahnya kan menikmati pemandangan ini. Bentuk buah dada itu semakin jelas ketika Tini mengepel lantai dekat tempat tidur. Belahan dada itu menyiratkan "kebulatan" dan mantapnya ukuran bukit-bukit disampingnya. Dan lagi, putihnya ampuun.

Walaupun aku mulai terangsang menikmati guncangan sepasang 'bola’ kembar besar itu, aku segera menghilangkah pikiran-pikiran yang mulai menggoda. Ingat, dia pembantu rumah tangga kamu.
"Kalo masuk angin" mau dikerokin Pak ?" Pertanyaan yang biasa sebenarnya, apalagi ekspresi wajahnya wajar, polos, dan memang ingin membantu. Tini ternyata rajin bekerja, isteriku senang karena dia tak perlu banyak perintah sudah bisa jalan sendiri. Jadi kalau dia bertanya seperti itu memang dia ingin membantuku. Tapi aku sempat kaget atas tawarannya itu, sebab lagi asyik memperhatikan belahan putihnya.

"Kerokin ?"

"Bapak engga biasa kerokan. Punggung pegal-pegal begini sih biasanya dipijit. Memang aku suka memanggil Mang Oyo, tukang pijat, tapi dia sedang ada panggilan ke Cimahi. Besok lusa baru tukang pijit langgananku itu janji mau dateng".

"Oo .. tukang pijit yang ditelepon Ibu tadi ya" sahutnya.
Tini rupanya memperhatikan isteriku menelepon.

"Dia kan baru dateng 2 hari lagi" lanjutnya sambil terus mengepel. Tini memang suka ngobrol. Tak apalah sekali-sekali ngobrol ama pembantu, asal masih bisa menikmati guncangan bukit kembarnya. Aku tak menjawab. Kini ada lagi temuanku,. Meski Tini agak gemuk, tapi badannya berbentuk. Maksudku shaping line-nya dari atas lebar, turun ke pinggang menyempit, terus turun lagi ke pinggul melebar. Seandainya tubuh Tini ini bisa di "re-engineering", dibentuk kembali, tingginya ditambah sekitar 5 cm tapi tidak perlu tambahan "bahan baku", jadilah tubuh ideal.

"Entar kalo kerjaan saya udah beres, Bapak mau saya pijitin ?"
Hah ? berani bener dia menawari majikan lakinya untuk dipijit ? Tapi kulihat wajahnya serius dan masih tetap polos. Jelas tak ada maksud lain selain memang ingin membantu majikannya.

"Emang kamu bisa ?"

"Saya pernah kursus memijat, Pak"

"Boleh" hanya itu jawabanku. Sebenarnya aku ingin tanya lebih jauh tentang kursusnya itu, tapi dia telah menyelesaikan pekerjaannya dan terus keluar kamar.

Tinggal aku yang menimbang-nimbang. Aku memang senang dipijit, baik oleh Mang Oyo apalagi oleh wanita muda. Tapi gimana kalau isteriku tahu aku dipijit oleh Tini, aku belum tahu reaksinya. Terima sajalah tawarannya ini, toh aku nanti bisa pesan sama dia untuk tak bilang ke isteriku.

"Dipijat sekarang, Pak ?" tawarnya ketika ia membawa minuman yang kuminta. Kulihat baru jam 12 siang.

"Kerjaan kamu udah beres ?"

"Belum sih, mau seterika tapi jemuran belum kering"

Aku juga ingin sekarang, tapi anakku yang sekolah siang belum berangkat. Tak enak kalau dia tahu bapaknya dipijat oleh pembantu wanita muda.

"Entar aja. Sekitar jam 2"? Pertimbanganku, pada jam itu anak kedua sudah ke sekolah, si Bungsu sudah pulang sekolah dan main keluar rumah seperti biasanya, dan masih cukup waktu sebelum isteriku pulang kantor pada pukul 5 sore.

Sekitar pukul 2 lewat seperempat, Tini mengetuk pintu kamarku.

"Masuk" Tini nongol di pintu.

"Bapak ada henbodi ?" Maksudnya tentu hand-body lotion.

"Cari aja disitu" kataku sambil menunjuk meja rias isteriku.
Aku membalikkan tubuh, telungkup, siap dipijat.

"Lepas aja kaosnya Pak, biar engga kena henbodi"

Celaka ! ketika aku melepas kaos, aku baru sadar bahwa aku dari pagi belum mandi dan masih mengenakan "pakaian tidur" kebiasaanku : T-shirt dan singlet untuk atasnya, dan hanya sarung sebagai penutup tubuh bawahku. Pakaian "kebesaran" ini memang kesukaanku, sebab memudahkan kalau sewaktu-waktu aku ingin meniduri isteriku. Akupun menuntut isteriku untuk berpakaian tidur khusus pula : gaun agak tipis model tank-top dan mini, tanpa apa-apa lagi di dalamnya !

Jadi kalau aku akan berhubungan seks aku perlu stimulasi lebih dulu, maklum sudah belasan tahun aku menikah. Stimulasi yang paling aku senangi dan bisa membuat penisku keras adalah oral. Isteriku tinggal menyingkap sarung dan melahap isinya. Dan setelah kami siap tempur, aku tak perlu direpotkan oleh pakaian isteriku. Aku tinggal "menembak" setelah menindih tubuhnya, sebab biasanya baju tidur pendek nya itu akan tersingkap dengan sendirinya ketika aku menindih dan menggeser-geserkan tubuhku.

Tini memang pintar memijat. Dengan hand-body lotion dia mengurut tubuhku mulai dari pinggang sampai punggung begitu enak kurasakan. Dia tahu persis susunan otot-otot di punggung. Sepertinya dia sudah pengalaman memijat.

"Kamu pernah kursus pijat di mana ?" tanyaku membuka percakapan.

"Ehhmm" di" di panti pijat Pak"

"Ha. Kamu pernah kerja di panti pijat ?"

"Iiyyyaa Pak "

"Kok engga bilang"

"Takut engga diterima ama Ibu, Pak"

"Dimana dan berapa lama ?"

"Di panti pijat ———-, cuma sebulan kok. Tapi Bapak jangan bilang ke Ibu ya "

"Iya deh, asal kamu mau cerita semua pengalaman kamu kerja di panti pijat". Untuk sementara aku menang, punya kartu as yang nanti akan berguna kalau aku harus bilang ke Tini, 'jangan bilang ke Ibu ya'

"Sebelum kerja" kan ikut trening dulu seminggu Pak"

"Oh iya..?"

"Soalnya itu emang tempat pijat beneran"

Aku tahu, panti pijat yang disebutnya itu terletak di Jakarta Selatan dan memang panti pijat ’serius'. Bukan seperti di Manggabesar misalnya, semua panti pijat hanya kamuflase dari tempat pelayanan seks saja.

"Trus kenapa kamu hanya sebulan, gajinya lumayan kan, dibanding pembantu"

"Iya sih, cuman cape Pak. Saya sehari paling tahan memijat 2 orang saja."

"Kerja memang cape"

"Tapi tangan saya jadi pegel banget Pak. Sehari saya memijat 5 - 6 orang. Penghasilan memang gede tapi biaya juga gede. Mendingan pembantu aja, semua biaya ada yang nanggung, bisa nabung"

"Kamu senang kerja di sini ?"

"Saya kerasan Pak, semuanya baik sih" Memang aku mengajarkan kepada anak-anakku untuk bersikap baik kepada pembantu.

"Kamu mijit sekarang ini cape juga dong"

"Engga dong Pak, kan cuma sekali-sekali"

"Kalau Bapak minta tiap hari ?"

"Engga baik Pak pijat setiap hari. Paling sering sekali seminggu"

Lalu hening lagi. Aku asyik menikmati pijatannya, masih di punggungku.

"Punggungnya udah Pak. Kakinya mau ?"

"Boleh"
Kaki saja bolehlah, asal jangan ke atas, soalnya burungku sedang tak ada kurungannya. Tini menyingkap sarungku sampai lutut, lalu mulaimem encet-mencet telapak kakiku.

"Aturan kaki dulu Pak, baru ke atas"

"Kenapa tadi engga begitu ?"

"Kan Bapak tadi minta punggung"

Lalu naik ke betis, kemudian mengurutnya dari pergelangan kaki sampai lutut, kaki kiri dulu baru yang kanan.

"Apa aja yang diajarin waktu trening ?"

"Pengetahuan tentang otot-otot tubuh, cara memijat dan mengurut, terus praktek memijat. Paling engga enak prakteknya"

"Kenapa ?"

"Mijitin para senior, engga dibayar"

Kedua kakiku sudah selesai dipijatnya. Tiba-tiba Tini menyingkap sarungku lebih ke atas lagi dan mulai memijat paha belakangku (aku masih telungkup). Nah, ketika mengurut pahaku sampai pangkalnya, burungku mulai bereaksi, membesar. Aku yakin Tini sudah tahu bahwa aku tak memakai CD. Meskipun sarung masih menutupi pantatku, tapi dalam posisi begini, terbuka sampai pangkal paha, paling tidak"biji"ku akan terlihat. Tapi Tini terlihat wajar-wajar saja, masih terus mengurut, tak terlihat kaget atas kenakalanku. Bahkan dia sekarang memencet-mencet pantatku yang terbuka.

"Cuma itu pelajarannya ?" tanyaku asal saja, untuk mengatasi kakunya suasana.
Tapi aku mendapatkan jawaban yang mengejutkan.

"Ada lagi sebetulnya, cuman" malu ah bilangnya"

"Bilang aja, kenapa musti malu"

"Engga enak ah Pak"

"Ya udah, kamu cerita aja pengalaman kamu selama kerja mijat"

"Ahh" itu malu juga"

"Heee". Udah" cerita apa aja yang kamu mau"

"Kan tamu macem-macem orangnya. Ada yang baik, yang nakal, ada yang kurang ajar"

"Trus ?"

"Kita diajarin cara mengatasi tamu yang ingin coba-coba"

"Coba-coba gimana?"

"Coba itu... ah .. Bapak tahu deh maksud saya "

"Engga tahu" kataku pura-pura

"Itu... tamu yang udah tinggi. Emm... nafsunya" Wah menarik nih.

"Gimana caranya"

"Hmm... ah engga enak ah bilangnya" katanya sambil mengendurkan otot-otot pantatku dengan menekan dan mengguncangkan. Punyaku makin terjepit.

"Bilang aja"

"Dikocok aja"

"Ha"!"

"Kalo udah keluar, kan tensinya langsung turun"

"Kamu diajarin cara ngocoknya ?"

"Sebenernya bukan itu aja sih Pak, tapi diajarin cara mengurut itu" .

"Wah .. kamu jadi pinter ngurut itu dong" Pantesan dia biasa-biasa saja melihat pria telanjang.

"Buat apa itu diurut" tanyaku lagi.

"Biar jalan darahnya lancar"." Maksudnya peredaran darah.

"Kalo lancar, trus ?"

"Ya.. biar sip, gitu. Ah Bapak ini kaya engga tahu aja. Sekarang depannya mau Pak ?"

Mau sih mau, cuman malu dong ketahuan lagi tegang begini. Ketahuan sama pembantu lagi. Apa boleh buat. Dengan acuhnya aku membalikkan badan. Jelas banget yang tegang itu di balik sarungku. Punyaku memang besarnya sedang-sedang saja, tapi panjang. Kulihat Tini melirik sekilas kepada punyaku itu, lalu mulai mengurut kakiku. Ekspresinya tak berubah. Biasa saja. Dia memang udah biasa melihat perangkat-perangkat lelaki.

"Cerita lagi pengalaman kamu" kataku sambil menahan geli.

Tangan Tini sudah sampai di pahaku. Kedua belah telapak tangannya membentuk lingkaran yang pas di pahaku, lalu digerakkan mulai dari atas lutut sampai ke pangkal pahaku berulang-ulang. Terasa jelas beberapa kali jari-jarinya menyentuh pelirku yang membuat penisku makin kencang tegangnya. Apalagi gerakan mengurut pahaku itu membuatnya harus membungkuk sehingga aku bisa makin jelas melihat belahan dadanya dan sebagian buah putihnya itu. Bahkan sampai guratan-guratan tipis kehijauan pembuluh darah pada buah dadanya nampak. Aku harus berusaha keras menahan diri agar tak hilang kendali lalu menggumuli wanita muda di depanku ini, menelanjanginya dan memasukkan penisku yang sudah tegang ke lubang vaginanya. Walaupun udah high begini, aku tak akan memberikan air maniku kedalam vagina pembantuku sendiri. Semacam pantanganlah. Lebih baik sama isteri atau cari di luaran. Ada kawan kantor yang bersedia menerima penisku memasuki tubuhnya, kapan saja aku butuh. Termasuk sedang mens, tentunya dengan teknik oral kalo bulannya lagi datang.

"Banyak susahnya dibanding senengnya, Pak"

"Ah masa"

"Iya. Makanya saya hanya tahan sebulan"

"Gimana sih engga enaknya"

"Banyak tamu yang dateng maunya 'main’, bukan pijit. Saya kan engga mau begituan. Lagian udah jelas di situ kan engga boleh buat main"

"Kalo tamunya ngotot minta"

"Yaah .. dikocok aja, sambil ” Aku tunggu dia tak meneruskan kalimatnya.

"Sambil apa..?"

"Kalo ada yang nekat, daripada bikin repot, saya kasih aja pegang-pegang tetek, tapi dari luar aja. Saya engga kasih buka kancing"

"Pantesan kamu laris, ada bonusnya sih.."

"Engga semua tamu Pak, emangnya diobral. Hanya yang bandel aja. Biasanya sih kalo mulai nakal pengin pegang-pegang, trus saya tolak terus, dia bisa ngerti. Kalo udah keluar, kan langsung surut nafsunya"

Paha kanan selesai diurut, kini pindah ke paha kiri. Mungkin karena posisinya, kayanya kali ini pelirku lebih sering disentuh dan terusap. Baru aku menyadari, lengan Tini ditumbuhi bulu-bulu halus. Aku makin tegang saja, penisku sudah tegang maksimum, siap untuk digunakan. Tapi aku tetap bertahan untuk tak lepas kontrol.

Tiba-tiba muncul ide nakalku. Dengan menggerakkan pinggul dan kaki, aku diam-diam menarik sarungku seolah-olah tak sengaja sehingga kini seluruh batang kelaminku terbuka. Aku juga pura2 tak tahu. Tapi dasar". Reaksi Tini tak seperti yang kuduga. Dia hanya sekilas melihat kelaminku, lalu kembali asyik mengurut dan acuh. Dia sudah terlalu sering melihat kelamin lelaki yang tegang".

"Setiap tamu kamu kocok"

"Engga dong, yang nakal iya, ada juga yang minta. Sebenarnya saya bukan ngocok, tapi mengurut supaya darahnya lancar, tapi tamunya yang minta sekalian dikocok"

Ah pengin juga punyaku diurut, supaya lancar. Terus dikocok, supaya segar

"Kamu ngocoknya selalu sampai keluar"

"Iya dong Pak, kan supaya aman. Lagian cuman sebentar."

"Oh iya"

"Iya .. ada juga sih yang lama, tapi umumnya 2- 3 menit juga keluar. Malah ada yang udah keluar duluan sebelum diurut, cuman kesentuh"

"Oh ..ya"

"Waktu saya ngerjain perutnya, kalau dianya udah tegang, sering kesentuh ama tangan saya. Eh .. tahu-tahu jari saya kesiram air hangat".

"Oh iya .. terus gimana" Saya emang sedikit kaget, tapi pura2 engga tahu supaya dia engga kesinggung"

"Yang lucu lagi, ada yang udah keluar sebelum disentuh"

"Ah masa"

"Anak muda. Setelah selesai pijit belakang, terus kan saya suruh balik badan buat pijit depan. Dianya engga segera membalik. Trus saya minta ijin buat minum sebentar. Waktu saya masuk lagi, dianya udah terlentang dan itunya ditutup pakai handuk. Padahal tadi dia telanjang. Trus waktu saya ngurut paha kaya sekarang ini lho, terasa basah-basah di situ. Setelah dia pulang spreinya basah. Dia udah keluar sewaktu telungkup"

Paha kanan dan kiriku sudah selesai diurut, pelir kanan dan kirikupun sudah beberapa kali disentuh.
Terus, what next ?

Dengan "dingin" nya Tini menutupi kembali kelaminku dengan sarung, lalu.
"Sekarang atasnya, Pak"

Tini lebih mendekat, berdiri di samping kiri perutku dan mulai memijit bahuku, trus dadaku. Bulu-bulu di lengannya makin jelas, lumayan panjang, halus, dan berbaris rapi. Hali ini menambah rangsanganku. Kedua tanganku bebas. Kesempatan ini kugunakan buat "tak sengaja" menyentuh pantatnya yang begitu menonjol ke belakang, dengan tangan kiriku. Uh, padat banget pantat si Tini.

Dia tak bereaksi. Tanganku makin nakal. Kali ini tak menyentuh lagi, tapi sudah meremas-remas kedua bulatan di belakang tubuhnya itu. Tini tak protes, tapi dengan amat ’sopan" dan lihai dia menghindari kenakalan tanganku sambil terus memijit, seolah-olah tak sengaja menghindar. Benar-benar dia "bijaksana". Akupun segera tahu diri, dia tak suka diganggu oleh majikannya ini.

Begitu juga waktu dia memijat tanganku. Ketika mengurut di bagian lengan atas telapak tanganku berada di wilayah dadanya. Aku lagi-lagi "tak sengaja" menyentuh bukit kanannya". Uuuh bukan main padat dada janda muda beranak satu ini. Tapi aku tak berani melanjutkan aksi tanganku di dadanya. Ada rasa tak enak.

Kedua tangan selesai diurut. Tini menyibak sarung yang menutupi perutku, sehingga seolah-olah makin mempertegas menjulangnya penisku. Dengan perlahan ia mengurut perutku.
"Kalau perut memang engga boleh kuat-kuat" katanya. Memang, dia lebih mirip mengusap dibanding mengurut. Hal ini makin menambah rangsanganku saja. Benar, dalam mengusap perut Tini beberapa kali menyentuh penisku, tapi tak langsung, masih kehalangan dengan kain sarung. Lebih nikmat kalau langsung".

"Selesai Pak" katanya begitu selesai mengurut perut.
Selesai. Aku ingin dia mengurut penisku, seperti yang dilakukan kepada customernya.

"Engga sekalian" kataku setengah ragu dan dengan suara agak serak.

"Apa pak?"

"Punya Bapak diurut sekalian"

"Ah engga perlu Pak, punya Bapak masih bagus, masih sip .."

"Tahu dari mana kamu..?"

"Itu, tegangnya masih bagus" katanya.
Anak ini benar-benar dingin. Ekspresi wajahnya biasa-biasa, polos wajar, padahal bicara tentang suatu yang amat sensitif dan rahasia. Dan kaget banget aku dibuatnya. Dia tiba-tiba menyingkap sarungku dan lalu. Memegang batang penisku !

"Tuh kan" kerasnya juga masih bagus"

"Ah ..masa"

"Benar Pak, masih tok-cer"

Anak Cisompet ini benar-benar mengagumkan, seperti sex-counselor aja. Apa yang dikatakannya benar. Punyaku tak pernah ngambek bila ingin kugunakan.

"Engga apa-apa, biar tambah sip" aku masih belum menyerah ingin menikmati urutannya.

"Eehmm.. sebenarnya saya mau aja mengurut punya Bapak, cuman rasanya kok engga enak sama Ibu"

”Kan engga perlu bilang sama Ibu"

"Seolah saya mengganggu milik Ibu, engga enak kan" Ibu kan baik banget ama saya"

"Ah .. siapa bilang mengganggu, justru kamu membantu Ibu. Ini kan untuk kepuasan Ibu" Tini termakan rayuanku. Dituangnya hand-body ke telapak tangan, lalu menyingkirkan sarungku, dan mulai bekerja.

Pertama-tama, dioleskannya ke pahaku bagian dalam yang dekat-dekat kelamin, dan diurutnya. Lalu urutan pindah ke kantung buah pelir dan bergerak keatas ke batangnya, dengan kedua tangan bergantian. Ahhh sedapnya. Lalu dengan telunjuk dan ibu jari dipencetnya batang penisku mulai dari pangkal sampai ke ujungnya. Demikian gerakannya bergantian antara mengurut dan memencet. Lalu proses diulang lagi, mulai dengan mengurut paha, biji pelir, batang, dan seterusnya sampai empat kali ulangan.

Begitu ulangan keempat selesai, dia lanjutkan dengan gerakan urut naik-turun. Kalo gerakan ini sih lebih mirip mengocok tapi lebih perlahan-lahan, enak campur geli-geli, pencet lagi dengan kedua jari, lalu urut lagi, dilanjutkan mengocok pelan. Terkadang kocokannya diselingi dengan kecepatan
tinggi, tapi hanya beberapa kali kocokan terus pelan lagi. Kurasakan aku mulai mendaki. Tangan Tini benar-benar lihai menstimulir kelaminku hingga mulai meninggi "terus mendaki".. mungkin beberapa langkah lagi aku sampai di puncak. Tapi"..

"Udah Pak"

"Udah ..?" aku kecewa berhenti mendadak begini.

"Masih yahuud begini" kalo orang lain sih udah muncrat dari tadi

"Ah masa"

"Bener Pak, udah lebih dari 10 menit Bapak belum."

"Sebentar lagi aja udah hampir kok"

"Jangan ah pak simpan aja buat Ibu nanti malem"

"Sebentar aja deh"

"Udahlah Pak. Bapak hebat. Ibu beruntung lho memiliki Bapak"
Akhirnya aku mengalah.

"Iyalah... Makasih ya.. bapak jadi seger nih"

Memang perasaanku menjadi lebih segar dibanding tadi pagi. Tapi ini" rasa yang menggantung ini perlu penyelesaian. tiba-tiba aku berharap agar isteriku cepat-cepat pulang.

"Makasi ya Tin" kataku lagi waktu dia pamitan.

"Sama-sama Pak"

Pukul lima kurang seperempat. Tini memijatku selama satu setengah jam. Sebentar lagi isteriku pulang. Aku cepat-cepat mandi menghilangkan wanginya hand-body lotion, entar curiga isteriku, tumben-tumbenan pakai handbody.

Isteriku terheran-heran ketika sedang mengganti baju aku serbu dari belakang

"Eh.. ada angin apa nih"

"Habis seharian nganggur, jadinya mengkhayal aja" kataku berbohong.

Isteriku sudah maklum maksud seranganku ini. Akupun sudah pengin banget, gara-gara nanggungnya pekerjaan tangan Tini tadi. Tahu suaminya udah ngebet banget, dia langsung melepas Cdnya dan pasang posisi. Kusingkap dasternya. Kusingkap juga sarungku, dan aku masuk. Goyang dan pompa. Kiri kanan, dan atas bawah. Sampai tuntas, sampai kejang melayang, sampai lemas. Seperti yang sudah-sudah. Hanya bedanya sekarang, waktu menggoyang dan memompa tadi aku membayangkan sedang menyetubuhi Tini ! Hah !

Sejak Tini memijatku kemarin, aku jadi makin memperhatikannya. Padahal sebelumnya hal ini tak pernah kulakukan. Seperti waktu dia pagi hari menyapu lantai terkadang agak membungkuk buat menjangkau debu di bawah sofa misalnya. Aku tak melewatkan untuk menikmati bulatan buah dada putihnya. Atau kalau dia sedang naik tangga belakang ke tempat jemuran. Aku bisa menikmati betis dan bagian paha belakangnya, walaupun bentuk kakinya tak begitu bagus, tapi putih mulus. Paling menyenangkan kalau memperhatikan dia mengepel lantai, makin banyak bagian dari buah dadanya yang terlihat, apalagi kalau dia memakai daster yang dadanya rendah. Tentu saja sebelum memperhatikan dia, aku harus memeriksa situasi dulu, ada isteriku atau anak-anakku engga.

Yang membuatku merasa beruntung adalah ketika aku terpaksa pulang lagi ke rumah karena ada berkas kantor yang ketinggalan. Waktu itu sekitar jam 10 pagi. Aku parkir mobilku di tepi jalan, tidak di garasi, toh hanya mengambil dokumen. Aku ketok pintu depan tak ada yang menyahut.

Kemana nih si Uci (anakku yang SMU masuk siang). Si Tini pasti ada di belakang. Ternyata pintu tak terkunci, aku masuk, sepi, langsung ke belakang. Maksudnya mau memperingatkan anakku dan pembantu tentang kecerobohannya tak mengunci pintu. Sampai di belakang tak ada seorangpun. Ke mana mereka ini. Aku kembali ke ruang tengah. Saat itulah Tini muncul dari kamar mandinya. Aku berniat menegurnya, tapi niatku urung, sebab Tini keluar dari kamar mandi hanya berbalut handuk yang tak begitu lebar. Buah dada besar itu seakan "tumpah"?. Lebih dari separuh dada tak tertutup handuk. Puting dada ke bawah saja yang tersembunyi. Dan bawahnya ”Seluruh pahanya tampak ! Handuk sempit itu hanya sanggup menutup sampai pangkal pahanya saja. Aku segera mengambil posisi yang aman buat mengamatinya, dibalik pintu kaca belakang. Viterage itu akan menghalangi pandangan Tini ke dalam. Aman. Habis mandi dia masih berberes-beres berbagai peralatan cuci, dengan hanya berbalut handuk. Sebelumnya dia tak pernah begini, mungkin dikiranya tak ada orang, berarti Si Uci lagi pergi. Yang membuat jantungku berdegup kencang adalah, dengan membelakangiku Tini membungkuk mengambil sesuatu di dalam ember. Seluruh pantatnya kelihatan, bahkan sedetik aku sempat melihat kelaminnya dari belakang !

Tak hanya itu saja. Setelah selesai berberes, Tini melangkah memasuki kamarnya. Sebelum masuk kamar inilah yang membuat jantungku berhenti. Tini melepas handuknya dan menjemurnya dengan telanjang bulat ! Hanya beberapa detik aku menikmati tubuh polosnya dari belakang agak samping. Bulatan buah dada kirinya sangat jelas. Kulit tubuhnya begitu bersih. Bentuk tubuhnya nyaris bagus, kecuali agak gemuk. Dada besar, pinggang menyempit, pinggul melebar dan pantat bulat menonjol kebelakang. Dia langsung melangkah masuk ke kamarnya. Dalam melangkah, sepersekian detik sempat terlihat bahwa bulu-bulu kelamin Tini lebat !

Aku tegang. Rasanya aku harus melanggar janjiku sendiri untuk tak meniduri pembantu. Ini adalah kesempatan baik. Tak ada siapapun di rumah. Aku tinggal masuk ke kamarnya dan menyalurkan ketegangan ini. Kukunci dulu pintu depan. Dengan mantap aku melangkah, siap berhubungan seks dengan wanita muda bahenol itu. Tapi sebelum keluar pintu belakang, aku ragu. Bagaimana kalau dia menolak kusetubuhi ?. Kemarin saja dia menolak meneruskan mengocok penisku sampai keluar mani. Apakah sekarang ia akan membiarkan vaginanya kumasuki ? Dia begitu merasa bersalah sama isteriku. Bahkan hanya buat mengonaniku, apalagi bersetubuh. Aku menimbang. Rasanya dia tak akan mau. Lagipula, apakah aku harus melanggar pantanganku sendiri hanya karena terangsang tubuh polosnya ? Tapi aku sudah high sekarang"

Ah sudahlah, aku harus bersabar menunggu Senin depan, saatnya dia memijatku lagi. Mungkin aku bisa merayunya sehingga dia merasa ikhlas, tak bersalah, memberikan tubuhnya buat kunikmati. Untuk menyalurkan yang sudah terlanjur tegang ini terpaksa aku akan mengajak "makan siang"? wanita rekan kantorku seperti biasa kulakukan : makan siang di motel ”’.!

Kami sudah di dalam kamar motel langgananku. Begitu pelayan berlalu, aku langsung mengunci pintu dan kupeluk si Ani, sebut saja begitu, mantan anak buahku, pasangan selingkuhku yang selalu siap setiap saat kubutuhkan.

"Eehhmmmmhh"? reaksinya begitu ciumanku sampai di lehernya.?

"Katanya mau makan dulu ?"

"Makan yang ini dulu ah .."? kataku sambil tanganku yang telah menerobos rok mininya mampir ke selangkangannya.

"Ehhmmmm kok tumben semangat banget nih tadi malem engga dikasih ama dia ya"?

"Udah kangen sih" Kutanggalkan blazernya.

"Huuu .. gombal ! Kemarin aja acuh banget”?

"Kan sibuk kemarin”? kubuka kancing blousenya satu persatu.
Padahal kami masih berdiri di balik pintu.

"Alesan"

BH-nya juga kucopot, sepasang bukit itu telah terhidang bebas di depanku. Dengan gemas kuciumi kedua buah kenyal itu. Putingnya kusedot-sedot. Gantian kanan dan kiri. Walaupun sudah sering aku melumat-lumat buah ini, tapi tak bosan-bosan juga. Mulai terdengar lenguhan Ani. Tanganku sudah menerobos CD-nya, dan telunjukkupun mengetest,"pintu"? nya sudah membasah. Lenguhan telah berubah menjadi rintihan. Yang aku suka pada wanita 30 tahun ini selain dia siap setiap saat kusetubuhi, juga karena Ani cepat panasnya.

Mulut dan jariku makin aktif. Rintihannya makin tak karuan. Hingga akhirnya
"Ayo.. sekarang"Pak .."? katanya.

Akupun sudah pengin masuk dari tadi.
Kupelorotkan CD-nya dan kulepas celana dan CD ku juga. Kutuntun Ani menuju tempat tidur. Kurebahkan tubuhnya. Kusingkap rok mininya dan kubuka pahanya lebar-lebar. Siap. Padahal roknya masih belum lepas, begitu juga kemejaku. Kuarahkan penisku tepat di pintunya yang basah itu, dan kutekan.

"Aaaaafffff hhhhhh" teriak Ani. Dengan perlahan tapi pasti, penisku memasuki liang senggamanya, sampai seluruh batang yang tergolong panjang itu tertelan vaginanya. Kocok.. goyang.. Kocok.. Goyang.. seperti biasa.

Sampai jari-jari Ani mencengkeram sprei kuat-kuat diiringi dengan rintihan histeris. Sampai aku menekan kuat-kuat penisku guna menyemprotkan maniku ke dalam vaginanya. Sampai terasa denyutan teratur di dalam sana. Sampai kami berdua rebah lemas keenakan. Begitulah. Persetubuhanku dengan Ani begitu sama gayanya. Gaya standar. Hal ini karena kami hampir selalu diburu waktu, memanfaatkan waktu istirahat makan siang. Atau juga karena Ani cepat panasnya. Aku merasakannya monoton. Aku ingin sesuatu yang baru, tapi masih sayang melepaskan Ani, sebab sewaktu-waktu dia amat berguna meredakan keteganganku. Berarti harus menambah "koleksi" lagi ?

Mungkinkah sesuatu yang baru itu akan kudapatkan dari Tini? Ah, masih banyak hal yang musti kupertimbangkan. Pertama, tentang janjiku yang tak akan meniduri pembantu. Kedua, resiko ketahuan akan lebih besar. Ketiga, si Tini belum tentu mau, dia merasa terhalang oleh kebaikan isteriku. Tapi bahwa aku akan mendapatkan sesuatu yang lain, yaitu : jauh lebih muda dari umurku, buah dada yang sintal dan besar, foreplay yang mengasyikkan dengan memijatku, makin mendorongku untuk mendapatkan Tini. Tak sabar aku menunggu Senin depan, saatnya Tini akan memijatku lagi..

Senin, pukul 12.00. Aku menelepon ke rumah. Uci yang mengangkat, belum berangkat sekolah dia rupanya. Aku mengharap Tini yang mengangkat telepon sehingga bisa janjian jam berapa dia mau memijatku. Satu jam berikutnya aku menelepon lagi, lama tak ada yang mengangkat, lalu

”Halo"? suara Tini. Aha !

"Uci ada Tin"?

"Udah berangkat, Pak"?

"Si Ade"?

"Mas Ade tadi nelepon mau pulang sore, ada belajar kelompok, katanya"? Kesempatan nih.

"Ya sudah.. ehm.. kerjaan kamu udah beres belum"?

"Hmm udah Pak, tinggal seterika entar sore"?

"Mau kan kamu mijit Bapak lagi? pegal-pegal nih kan udah seminggu"?

"Bisa Pak, jam berapa Bapak pulang ?

"Sekarang"

"Baik Pak, tapi saya mau mandi dulu"

Agak lama aku menunggu di depan pintu baru Tini membukanya.

"Maaf Pak, tadi baru mandi" Kata Tini tergopoh-gopoh. Ah, penisku mulai bergerak naik. Tini mengenakan daster yang basah di beberapa bagian dan jelas sekali bentuk bulat buah kembarnya sebagai tanda dia tak memakai BH. Mungkin buru-buru.

"Engga apa-apa. Bisa mulai "?

"Bisa pak saya ganti baju dulu"?

Hampir saja aku bilang, engga usah, kamu gitu aja. Untung tak jadi, ketahuan banget ada maksud lain selain minta pijit. Aku masuk kamar dan segera bertelanjang bulat. Terbawa suasana, penisku udah tegak berdiri. Kututup dengan belitan handuk. Pintu diketok. Tini masuk. Mengenakan rok terusan berbunga kecil warna kuning cerah, agak ketat, agak pendek di atas lutut, berkancing di depan tengah sampai ke bawah, membuatnya makin tampak bersinar. Warna roknya sesuai benar dengan bersih kulitnya. Dada itu kelihatan makin menonjol saja. Penisku berdenyut.

"Siap Tin"?

"Ya pak"?

Dengan hanya berbalut handuk, aku rebah ke tempat tidur, tengkurap. Tini mulai dengan memencet telapak kakiku. Ini mungkin urutan yang benar. Cara memijat tubuhku bagian belakang sama seperti pijatan pertama minggu lalu, kecuali waktu mau memijat pantat, Tini melepaskan handukku, aku jadi benar-benar bugil sekarang. Wangi sabun mandi tercium dari tubuhnya ketika ia memijat bahuku. Selama telungkup ini, penisku berganti-ganti antara tegang dan surut. Bila sampai pada daerah sensitif, langsung tegang. Kalau ngobrol basa-basi dan serius?, surut. Kalau ngobrolnya menjurus, tegang lagi.

"Depannya Pak"?

Dengan tenang aku membalikkan tubuhku yang telanjang bulat. Bayangkan, terlentang telanjang di depan pembantu. Penisku sedang surut. Tini melirik penisku, lagi-lagi hanya sekilas, sebelum mulai mengurut kakiku. Sekarang aku dengan jelas bisa melihatnya. Bayanganku akan bentuk buah dadanya di balik pakaiannya membuat penisku mulai menggeliat. Apalagi ketika ia mulai mengurut pahaku. Batang itu sudah tegak berdiri. Cara mengurut paha masih sama, sesekali menyentuh buah pelir. Bedanya, Tini lebih sering memandangi kelaminku yang telah dalam kondisi siap tempur.

"Kenapa Tin"? Aku mulai iseng bertanya.

"Ah.. engga" katanya sedikit gugup."

"Cepet bangunnya"

"hi ..hi..hi.."? katanya sambil ketawa polos.

"Iya dong. Kan masih sip kata kamu"?

Ada bedanya lagi. Kalau minggu lalu sehabis dari paha dia terus mengurut dadaku, kali ini dia langsung menggarap penisku, tanpa kuminta ! Apakah ini tanda-tanda dia akan bersedia kusetubuhi ? Jangan berharap dulu, mengingat "kesetiaan"? nya kepada isteriku. Cara mengurut penisku masih sama, pencet dan urut, hanya tanpa kocokan. Jadi aku tak sempat "mendaki", cuman" pengin menyetubuhinya !

"Udah. benar-benar masih sip, Pak"?

"Mau coba sipnya"? kataku tiba-tiba dan menjurus. Wajahnya sedikit berubah.

"Jangan dong Pak, itu kan milik Ibu. Masa sih sama pembantu"?

"Engga apa-apa, asal engga ada yang tahu aja”?

Tini diam saja. Dia berpindah ke dadaku. Artinya jarak kami makin dekat, artinya rangsanganku makin bertambah, artinya aku bisa mulai menjamahnya.

Antara 2 kancing baju di dadanya terdapat celah terbuka yang menampakkan daging dada putih yang setengah terhimpit itu. Aduuuhhh". Aku mampu bertahan engga nih". Apakah aku akan melanggar janjiku ?

Seperti minggu lalu juga tangan kiriku mulai nakal. Kuusap-usap pantatnya yang padat dan menonjol itu. Seperti minggu lalu juga, Tini menghindar dengan sopan. Tapi kali ini tanganku bandel, terus saja kembali ke situ meski dihindari berkali-kali. Lama-lama Tini membiarkannya, bahkan ketika tanganku tak hanya mengusap tapi mulai meremas-remas pantat itu, Tini tak ber-reaksi, masih asyik mengurut. Tini masih saja asyik mengurut walaupun tanganku kini sudah menerobos gaunnya mengelus-elus pahanya. Tapi itu tak lama, Tini mengubah posisi berdirinya dan meraih tangan nakalku karena hendak mengurutnya, sambil menarik nafas panjang. Entah apa arti tarikan nafasnya itu, karena memang sesak atau mulai terangsang ?

Tanganku mulai diurut. Ini berarti kesempatanku buat menjamah daerah dada. Pada kesempatan dia mengurut lengan atasku, telapak tanganku menyentuh bukit dadanya. Tak ada reaksi. Aku makin nekat. Tangan kananku yang sedari tadi nganggur, kini ikut menjamah dada sintal itu.

"Paak " Katanya pelan sambil menyingkirkan tanganku.

Okelah, untuk sementara aku nurut. Tak lama, aku sudah tak tahan untuk tak meremasi buah dada itu. Kudengar nafasnya sedikit meningkat temponya. Entah karena capek memijat atau mulai terangsang akibat remasanku pada dadanya.

Yang penting, dia tak menyingkirkan tanganku lagi. Aku makin nakal. Kancing paling atas kulepas, lalu jariku menyusup. benar-benar daging padat. Tak ada reaksi. Merasa kurang leluasa, satu lagi kancingnya kulepas. Kini telapak tanganku berhasil menyusup jauh sampai ke dalam BH-nya, Ah, putting dadanya sudah mengeras ! Tini menarik telapak tanganku dari dadanya.

"Bapak kok nakal sih" Katanya, dan.. tiba-tiba dia merebahkan tubuhnya ke dadaku. Aku sudah sangat paham akan sinyal ini. Berarti aku akan mendapatkannya, lupakan janjiku. Kupeluk tubuhnya erat-erat lalu kuangkat sambil aku bangkit dan turun dari tempat tidur. Kubuka kancing blousenya lagi sehingga BH itu tampak seluruhnya. Buah dada sintal itu terlihat naik turun sesuai irama nafasnya yang mulai memburu. Kucium belahan dadanya, lalu bergeser ke kanan ke dada kirinya. Bukan main dada wanita muda ini. Bulat, padat, besar, putih.

Kuturunkan tali BHnya sehingga putting tegang itu terbuka, dan langsung kusergap dengan mulutku.

"Aaahhffffhhhhh". Paaaaak"? rintihnya. Tak ada penolakan. Aku pindah ke dada kanan, kulum juga. Kupelorotkan roknya hingga jatuh ke lantai. Kulepaskan kaitan BH-nya sehingga jatuh juga. Dengan perlahan kurebahkan Tini ke kasur, dada besar itu berguncang indah. Kembali aku menciumi, menjilati dan mengulumi kedua buah dadanya. Tini tak malu2 lagi melenguh dan merintih sebagai tanda dia menikmati cumbuanku.

Tanganku mengusapi pahanya yang licin, lalu berhenti di pinggangnya dan mulai menarik CD-nya
"Jangan Pak".” Kata Tini terengah sambil mencegah melorotnya CD. Wah "engga bisa dong" aku udah sampai pada point no-return, harus berlanjut sampai hubungan kelamin.

"Engga apa-apa Tin ya. Bapak pengin. Badan kamu bagus bener”? Waktu aku membuka Cdnya tadi, jelas kelihatan ada cairan bening yang lengket, menunjukkan bahwa dia sudah terangsang. Aku melanjutkan menarik CD-nya hingga lepas sama sekali. Tini tak mencegah lagi. Benar, Tini punya bulu kelamin yang lebat. Kini dua2nya sudah polos, dan dua2nya sudah terangsang, tunggu apa lagi. Kubuka pahanya lebar lebar. Kuletakkan lututku di antara kedua pahanya. Kuarahkan kepala penisku di lubang yang telah membasah itu, lalu kutekan sambil merebahkan diri ke tubuhnya.

"Auww". Pelan-pelan Pak. Sakit.!"

"Bapak pelan-pelan nih”? Aku tarik sedikit lalu memainkannya di mulut vaginanya.

"Bapak sabar ya". Saya udah lamaa sekali engga gini ”?

"Ah masa”?

"Benar Pak"?

"Iya deh sekarang bapak masukin lagi ya. Pelan deh.."?

"Benar Bapak engga bilang ke Ibu kan" ?

"Engga dong gila apa"?
Terpaksa aku pegangi penisku agar masuknya terkontrol. Kugeser-geser lagi di pintu vaginanya, ini akan menambah rangsangannya. Baru setelah itu menusuk sedikit dan pelan.

"Aaghhhhfff"? serunya, tapi tak ada penolakan kaya tadi

"Sakit lagi Tin" Tini hanya menggelengkan kepalanya.

"Terusin Pak perlahan"? sekarang dia yang minta.

Aku menekan lagi. Ah, bukan main sempitnya vagina wanita muda ini. Kugosok-gosok lagi sebelum aku menekannya lagi. Mentok. Kalau dengan isteriku atau Si Ani, tekanan segini sudah cukup menenggelamkan penisku di vaginanya masing-masing. Tini memang beda. Tekan, goyang, tekan goyang, dibantu juga oleh goyangan Tini, akhirnya seluruh batang panisku tenggelam di vagina Tini yang sempit itu. benar-benar penisku terasa dijepit. Aku menarik penisku kembali secara amat perlahan. Gesekan dinding vagina sempit ini dengan kulit penisku begitu nikmat kurasakan. Setelah hampir sampai ke ujung, kutekan lagi perlahan pula sampai mentok. Demikian seterusnya dengan bertahap menambah kecepatan. Tingkah Tini sudah tak karuan. Selain merintih dan teriak, dia gerakkan tubuhnya dengan liar. Dari tangan meremas sampai membanting kepalanya sendiri. Semuanya liar. Akupun asyik memompa sambil merasakan nikmatnya gesekan. Kadang kocokan cepat, kadang gesekan pelan. Penisku mampu merasakan relung-relung dinding vaginanya. Memang beda, janda muda beranak satu ini dibandingkan dengan isteriku yang telah kali melahirkan. Beda juga rasanya dengan Ani yang walaupun juga punya anak satu tapi sudah 30 tahun dan sering dimasuki oleh suaminya dan aku sendiri.

Aku masih memompa. Masih bervariasi kecepatannya. Nah, saat aku memompa cepat, tiba-tiba Tini menggerak-gerakan tubuhnya lebih liar, kepalanya berguncang dan kuku jarinya mencengkeram punggungku kuat-kuat sambil menjerit, benar-benar menjerit ! Dua detik kemudian gerakan tubuhnya total berhenti, cengkeraman makin kuat, dan penisku merasakan ada denyutan teratur di dalam sana. "Ohh nikmatnya"..

Akupun menghentikan pompaanku. Lalu beberapa detik kemudian kepalanya rebah di bantal dan kedua belah tangannya terkulai ke kasur, lemas". Tini telah mencapai orgasme ! Sementara aku sedang mendaki.

"Paaak ooohhhh.."?

"Kenapa Tin ”?

"Ooohh sedapnya”?

Lalu diam, hening dan tenang. Tapi tak lama. Sebentar kemudian badannya berguncang, teratur. Tini menangis !

"Kenapa Tin”?

Air matanya mengalir. Masih menangis. Kaya gadis yang baru diperawani saja.

"Saya berdosa ama Ibu"? katanya kemudian

"Engga apa-apa Tin.. Kan Bapak yang mau"?

"Iya .. Bapak yang mulai sih. Kenapa Pak, Jadinya saya engga bisa menahan"

Aku diam saja.

"Saya khawatir Pak "

"Sama Ibu, Bapak engga akan bilang ke siapapun"?

"Juga khawatir kalo kalo ”?

"Kalo apa Tin ?

"Kalo saya ketagihan"

"Oh jangan khawatir, Pasti Bapak kasih kalo kamu pengin lagi. Tinggal bilang aja"?

"Ya itu masalahnya"?

"Kenapa ?

"Kalo sering-sering kan lama2 ketahuan .."?

"Yaah harus hati-hati dong"? kataku sambil mulai lagi menggoyang.

Kan aku belum sampai.

"Ehhmmmmmm" reaksinya. Goyang terus. Tarik ulur. Makin cepat.

Tini juga mulai ikut bergoyang. Makin cepat. Aku merasakan hampir sampai di puncak.

"Tin"

"Ya Pak"

"Bapak. hampir sampai”

"Teruus Pak"?

"Kalo.. keluar gimana ?

"Keluarin..aja Pak… engga apa-apa"

"Engga.. usah dicabut"?

"Jangan.. pak, aman kok"

Aku mempercepat genjotanku. Gesekan dinding vaginanya yang sangat terasa mengakibatkan aku cepat mencaki puncak. Kubenamkan penisku dalam-dalam. Kusemprotkan maniku kuat-kuat di dalam. Sampai habis. Sampai lunglai. Sampai lemas.

Beberapa menit berikutnya kami masih membisu. Baru saja aku mengalami kenikmatan luar biasa. Suatu nikmat hubungan seks yang baru sekarang aku alami lagi setelah belasan tahun lalu berbulan madu dengan isteriku. Vagina Tini memang "gurih"?, dan aku bebas mencapai puncak tanpa khawatir resiko. Tapi benarkah tanpa resiko. Tadi dia bilang aman. Benarkah ?

"Tin"

"Ya .. Pak"

"Makasih ya benar-benar nikmat"

"Sama-sama Pak. Saya juga merasakan nikmat"

"Masa .."

"Iya Pak. Ibu benar-benar beruntung mendapatkan Bapak"

"Ah kamu”

"Baner Pak. Sama suami engga seenak ini"

"Oh ya ”

"Percaya engga Pak". Baru kali ini saya merasa kaya melayang-layang ”

"Emang sama suami engga melayang, gitu"

"Engga Pak. Seperti yang saya bilang, punya Bapak bagus banget"?

"Katamu tadi". Udah berapa lama kamu engga begini .."?

"Sejak".ehm".. udah 4 bulan Pak"?

"Lho. Katanya kamu udah cerai 5 bulan"?

"Benar ”

"Trus "?

"Waktu itu saya kepepet Pak"

"Sama siapa"?

"Sama tamu. Tapi baru sekali itu Pak. Makanya saya hanya sebulan kerja di panti pijat itu. Engga tahan diganggu terus"

"Cerita dong semuanya"!

"Ada tamu yang nafsunya gede banget. Udah saya kocok sampai keluar, masih aja dia mengganggu. Saya sampai tinggalin dia. Trus akhirnya dia ninggalin duit, lumayan banyak, sambil bilang saya ditunggu di Halte dekat sini, hari Sabtu jam 10.00. Dia mau ajak saya ke Hotel. Kalo saya mau, akan dikasih lagi sebesar itu"?

"Trus"?

"Saya waktu itu benar-benar butuh buat bayar rumah sakit, biaya perawatan adik saya. Jadi saya mau"

"Pernah sama tamu yang lain "?

"Engga pernah Pak. Habis itu trus saya langsung berhenti"

"Kapan kamu terakhir "main" ?

"Ya itu, sama tamu yang nafsunya gede itu, 4 bulan lalu. Setelah itu saya kerja jadi pembantu sebelum kesini. Selama itu saya engga pernah "main", sampai barusan tadi sama Bapak. Enak banget barusan, kali karena udah lama engga ngrasain ya Pak atau emang punya Bapak siip banget hi..hi.."?

Polos banget anak ini. Aku juga merasakan nikmat yang sangat. Dia mungkin engga menyadari bahwa dia punya vagina yang "legit"?, lengket-lengket sempit, dan seret.

"Kamu engga takut hamil sama tamu itu ?"

"Engga. Sehabis saya melahirkan kan pasang aiyudi (maksudnya IUD, spiral alat KB).

"Waktu cerai saya engga lepas, sampai sekarang. Bapak takut saya hamil ya"?

Aku lega bukan main. Berarti untuk selanjutnya, aku bisa dengan bebas menidurinya tanpa khawatir dia akan hamil.

"Jam berapa Pak ?"

"Jam 4 lewat 5"

"Pijitnya udah ya Pak, saya mau ke belakang dulu"

"Udah disitu aja" kataku sambil menyuruh dia ke kamar mandi dalam kamarku.

Dengan tenangnya Tini beranjak menuju kamar mandi, masih telanjang. Goyang pantatnya lumayan juga. Tak lama kemudian Tini muncul lagi. Baru sekarang aku bisa jelas melihat sepasang buah dada besarnya.

Bergoyang seirama langkahnya menuju ke tempat tidur memungut BH-nya. Melihat caranya memakai BH, aku jadi terangsang. Penisku mulai bangun lagi. Aku masih punya sekitar 45 menit sebelum isteriku pulang, cukup buat satu ronde lagi. Begitu Tini memungut CD-nya, tangannya kupegang, kuremas.

"Bapak pengin lagi, Tin"

"Ah, nanti Ibu keburu dateng, Pak"

"Masih ada waktu kok"?

"Ah Bapak nih, gede juga nafsunya"? katanya, tapi tak menolak ketika BH nya kulepas lagi. Sore itu kembali aku menikmati vagina legit milik Tini, janda muda beranak satu, pembantu rumah tanggaku..

Hubungan seks kami selanjutnya tak perlu didahului oleh acara pijitan. Kapan aku mau tinggal pilih waktu yang aman (cuma Tini sendirian di rumah) biasanya sekitar jam 2 siang. Tini selalu menyambutku dengan antusias, sebab dia juga menikmati permainan penisku. Tempatnya, lebih aman di kamarnya, walaupun kurang nyaman. Bahkan dia mulai"berani"? memanggilku untuk menyetubuhinya. Suatu siang dia meneleponku ke kantor menginformasikan bahwa Uci udah berangkat sekolah dan Ade pergi less bahasa Inggris, itu artinya dia sendirian di rumah, artinya dia juga pengin disetubuhi. Terbukti, ketika aku langsung pulang, Tini menyambutku di pintu hanya berbalut handuk. Begitu pintu kukunci, dia langsung membuang handuknya dan menelanjangiku ! Langsung saja kita main di sofa ruang tamu.

0 komentar "Cerita Dewasa Gara-gara dipijit Pembantuku", Baca atau Masukkan Komentar

Posting Komentar